Entri Populer

Jumat, 17 Desember 2010

PRASANGKA DISKRIMINASI


1.       PERBEDAAN PRASANGKA DAN DISKRIMINASI
Sikap yang negatif terhadap sesuatu disebut prasangka. Walaupun dapat kita garis bawahi bahwa prasangka dapat juga dalam pengertian positif. Tulisan ini lebih banyak membicarakan prasangka dalam pengertian negatif. Tidak sedikit orang-orang yang mudah berprasangka, namun banyak juga orang-orang yang lebih sukar untuk berprasangka. Mengapa terjadi perbedaan cukup menyolok? Tampaknya kepribadian dan intelekgensia, juga faktor lingkungan cukup berkaitan dengan munculnya prasangka.
Namun demikian belum jelas benar ciri-ciri kepribadian mana yang membuat seseorang mudah berprasangka. Sementara pendapat menyebutkan bahwa orang yang berintelekgensi tinggi, lebih sukar untuk bersikap berprasangka. Mengapa? Karena orang-orang macam ini bersifat dan bersikap kritis. Tetapi fakta-fakta dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan bahwa mereka yang tergolong dalam kaum cendakiawan, juga para pemimpin dan negarawan juga bisa berprasangka. Bahkan lahirnya senjata-senjata antar benua adalah suatu buah prasangka yang berlebihan dari para pemimpin, negarawan negara-negara adikuasa? Bukankah pemasangan rudal-rudal jarak pendek milik Amerika Serikat di daratan Eropa Barat adalah suatu menifetasi dari prasangka Amerika Serikat terhadap rivalnya yaitu Uni Soviet.
Seorang yang mempunyai prasangka rasial, biasanya bertindak diskriminasi terhadap ras yang diprasangkainya. Walaupun begitu, biasa saja seseorang bertindak diskriminatif tanpa berlatar belakang pada suatu prasangka. Demikian juga sebaliknya, seseorang yang berprasangka dapat saja tidak berperilaku diskriminatif.
Sikap berprasangka jelas tidak adil, sebab sikap yang diambil hanya berdasarkan pada pengalaman atau apa yang di dengar. Lebih-lebih lagi bila sikap berprasangka itu muncul dari jalan fikiran sepintas, untuk kemudian disimpulkan dan dibuat pukul rata sebagai sifat dari seluruh anggota kelompok sosial tertentu. Apabila muncul suatu sikap berprasangka dan diskriminatif terhadap kelompok sosial lain, atau terhadap suatu suku bangsa, kelompok etnis tertentu, bisa jadi akan menimbulkan pertentangan-pertentangan sosial yang lebih luas.

2.       ETNOSENTRISME
Setiap suku bangsa atau ras tertentu akan memiliki ciri khass kebudayaan, yang sekaligus menjadi kebanggan mereka. Suku bangsa, ras tersebut dalam kehidupan sehari-hari bertingkah laku sejalan dengan norma-norma, nilai-nilai yang terkandung dan tersirat dalam kebudayaan tersebut.
Suku bangsa, ras tersebut cenderung menganggap kebudayaan mereka sebagai salah satu sesuatu yang prima, riil, logis, sesuai dengan kodrat alam dan sebagainya. Segala yang berbeda dengan kebudayaan yang  mereka miliki, dipandang sebagai sesuatu yang kurang baik, kurang estetis, bertentangan dengan kodrat alam dan sebagainya. Hal-hal tersebut diatas dikenal sebagai ETNOSENTRISME, yaitu suatu kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri sebagai suatu yang prima, terbaik, mutlak, dan dipergunakannya sebagai tolak ukur untuk menilai dan membedakan dengan kebudayaan lain.
ETNOSENTRISME nampaknya merupakan gejala sosial yang universal, dan sikap yang demikian biasanya dilakukan secara tidak sadar. Dengan demikian ETNOSENTRISME merupakan kecenderungan tak sadar untuk menginterprestasikan atau menilai kelompok lain dengan tolak ukur kebudayaannya sendiri. Sikap ETNOSENTRISME dalam tingkah laku berkomunikasi nampak canggung, tidak luwes. Akibatnya ETNOSENTRISME penampilan yang etnosentrik, dapat menjadi penyebab utama kesalah pahaman dalam berkomunikasi. ETNOSENTRISME dapat dianggap sebagai sikap dasar ideologi Chauvinisme pernah dianut oleh orang-orang Jerman pada zaman Nazi Hitler. Mereka merasa dirinya superior, lebih unggul dari bangsa-bangsa lain, dan memandang bangsa-bangsa lain sebagai inferior, lebih rendah, nista, dan sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar